Kamis, 21 Juli 2022

Pembuktian Yang Nyata Iman Kepada Allah Dalam Kehidupan Sehari-hari


Ma’asyiral Muslimim Rahimakumullah

Lima hari yang lalu Allah SWT mempertemukan kita dengan Idul Adha; disebut pula yaumun nahar, hari raya kurban. Lalu hari ini kita dipertemukan-Nya dengan hari raya pekanan; yaumul Jum’ah, yang juga disebut sayyidul ayyam. 

Maka sudah sepatutnya kita bersyukur kepada Allah SWT atas nikmat-nikmat itu. Sungguh, tanpa hidayah dari Allah, kita takkan berada di jalan lurus ini; jalan keselamatan, jalan kebahagiaan, jalan kemenangan; dinul Islam. 

Tanpa rahmat dan nikmat-Nya, kita tak mungkin mampu beramal dalam dua hari raya itu. Maka, syukur sudah seharusnya terwujud dengan memanfaatkan nikmat Allah untuk mentaati-Nya.

Hadirin jamaah jum’at yang dimuliakan oleh Allah SWT. 

Keimanan seorang hamba kepada Allah tak cukup hanya sekedar diucapkan di lisan saja, tapi butuh pembuktian yang nyata dalam kehidupan sehari-hari. Di antara pembuktian iman kepada Allah yang harus ada pada diri seorang mukmin adalah sebagaimana pesan Rasulullah Saw dalam hadits berikut:


Dari Abu Hurairah ra berkata, Rasulullah saw bersabda: “Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia berkata baik atau diam. Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir hendaklah ia memuliakan tetangganya. Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir hendaklah ia memuliakan tamunya.” (H.R. al-Bukhari dan Muslim)

Ibnu Hajar rahimahullah berkomentar: “Hadits ini termasuk jawami’ul kalim (ucapan yang singkat dan padat). Mencakup tiga hal yang menghimpun berbagai akhlak terpuji, baik dalam perbuatan maupun ucapan.” 

Ma’asyiral Muslimim Rahimakumullah 

Pertama, berkata baik atau diam. Sebagai orang yang beriman sepatutnya kita membatasi diri dengan berbicara yang bermanfaat bagi diri sendiri maupun orang lain. Seorang muslim mesti menjauhi perkataan yang bisa menyakiti hati saudaranya atau yang berpotensi menimbulkan perpecahan, seperti perkataan yang mengandung unsur provokasi, ujaran kebencian, hoax, fitnah, gosip murahan, adu domba dan sebagainya. Apalagi seorang publik figur yang setiap ucapannya direkam dan dicatat oleh banyak orang, maka harus lebih ekstra hati-hati dalam melontarkan ucapannya. Imam Ahmad meriwayatkan dalam musnadnya dari Anas, bahwa Nabi saw bersabda:


“Iman seorang hamba tidak lurus sehingga hatinya lurus dan hatinya tidak akan lurus sehingga lidahnya lurus.” (HR. Ahmad)

Hadits diatas mengajarkan kita untuk menjaga lidah dari berbagai ucapan yang tidak mengandung nilai kebaikan sama sekali atau ucapan yang tidak diperbolehkan. Sebagai seorang muslim, hendaklah berpikir terlebih dahulu sebelum berbicara. Perlu mempertimbangkan matang-matang efek dari kata yang meluncur dari lisan kita. Mengutamakan diam daripada berbicara yang tidak bermanfaat itu lebih baik. 

Ma’asyiral Muslimim Rahimakumullah

Kedua, memuliakan tetangga. Tetangga adalah orang yang tempat tinggalnya berdekatan atau berdampingan dengan kita. Tetangga menjadi orang pertama yang memberikan bantuan jika kita ditimpa musibah atau kesulitan. Oleh karena itu berbuat baik kepada tetangga menjadi keharusan bagi orang muslim agar terciptanya kehidupan yang rukun dan damai. Islam memberikan perhatian besar terhadap hal ini, bahkan sampai-sampai Rasulullah menyangka bahwa tetangga akan menjadi ahli waris, ketika malaikat Jibril terus mewasiati beliau perihal berbuat baik kepada tetangga. Menyakiti tetangga termasuk dalam kategori dosa besar dan merupakan indikasi ke tidak sempurnaan iman seseorang. 

Diantara metode berbuat baik kepada tetangga adalah dengan membantu kebutuhannya dan memberikannya sesuatu yang bermanfaat. Tidak sepantasnya seorang muslim membiarkan tetangganya hidup dalam kesusahan, sedangkan dia punya kemampuan untuk membantunya. Rasulullah menganjurkan kita untuk saling berbagi dengan tetangga meskipun hanya sedikit. 

Rasulullah bersabda:


Dari Abu Dzar berkata: Rasulullah bersabda kepadaku: “Apabila engkau memasak gulai, maka perbanyaklah kuahnya, lalu perhatikanlah tetanggamu dan berikanlah pada mereka dengan cara yang baik.” (H.R. Muslim) 

Ma’asyiral Muslimim Rahimakumullah

Ketiga, memuliakan tamu. Memuliakan tamu adalah menyambutnya dengan wajah berseri-seri dan segera menghidangkan jamuan serta melayani dengan baik. penyambutan yang baik dengan tutur kata yang bijak tentu akan menyenangkan hatinya dan mempererat ukhuwah Islamiyah. AlQur’an menginformasikan kisah ketika nabi Ibrahim menerima dengan baik kedatangan tamu beliau yaitu para Malaikat.

“Maka dia pergi dengan diam-diam menemui keluarganya, kemudian dibawanya daging anak sapi gemuk.” (Q.S. Adz-Dzariyat [51]: 26). 

Rasulullah saw bersabda:
Abu Syuraih, Khuwailid bin ‘Amr Al-Khuza’i ra berkata: “Aku mendengar Rasulullah saw bersabda: “Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah menghormati tamunya dengan memberinya jaizah (hadiah).” Para sahabat bertanya: “Ya Rasulullah, apa hadiahnya tamu?” Beliau menjawab: “Melayaninya sehari semalam. Masa melayani tamu itu tiga hari. Jika lebih dari tiga hari, termasuk shadaqah.” (Muttafaqun ‘Alaih) 

Para ulama terdahulu telah memberi contoh teladan dalam memuliakan tamu. Mereka menyambut tamu dengan baik, lalu menghidangkan jamuan semampu mereka. Ketika tamu pamit pulang, mereka mengantar sampai ke depan pintu rumah sebagai bentuk penghormatan kepada tamunya.
KHUTBAH KEDUA


Masjid Baitul Muttaqien
BKP RW 01 Margatani Kramatwatu
15 Juli 2022
Bapak Ustadz Taryat

Tidak ada komentar:

Posting Komentar