Minggu, 25 September 2022

Istidraj: Pengertian, Tanda-tandanya dalam Al-qur'an & Hadits, serta Hukuman

Istidraj bisa menjangkiti semua kalangan baik orang awam maupun ahli ibadah. Para ulama mengartikan Istidraj dengan azab Allah yang diberikan secara per lahan-lahan tanpa disadari manusia karena lalai dengan kenikmatan dunia yang dimilikinya. Caranya dengan melimpahkan dan menenggelamkan manusia di dalam berbagai kesenangan dan kemewahan kehidupan duniawi, sehingga membuat manusia semakin larut di dalam kemaksiatan dan pelanggaran terhadap perintah dan larangan Allah SWT.

Istidraj ini juga bisa dimaknai sebagai jebakan berupa kenikmatan duniawi yang membuat orang lupa diri dan terus bermaksiat karena merasa tetap diberikan anugerah.

Pengertian Istidraj

Istidraj berasal dari bahasa Arab yakni dari wazan atau bentuk dasar Daraja yang artinya naik satu tingkatan. Direktur Rumah Fiqih Indonesia, Ustaz Ahmad Sarwat dalam kajian Konsultasi Fiqih dikutip laman rumahfiqih menjelaskan, Istidraj dari Allah kepada hamba dipahami sebagai ‘hukuman’ yang diberikan sedikit demi sedikit dan tidak diberikan langsung. Allah membiarkan orang tersebut dan tidak disegerakan adzabnya, sebagaimana disebutkan di dalam Al Quran:

Nanti Kami akan menghukum mereka dengan berangsur-angsur (ke arah kebinasaan) dari arah yang tidak mereka ketahui. (QS. Al-Qalam: 44).

Ibnu Katsir dalam tafsirnya menjelaskan mengenai ayat tersebut bahwa mereka (orang yang diberikan kenikmatan) tidak merasakan hal itu, bahkan mereka mengira bahwa hal itu sebagai penghormatan dari Allah untuk mereka; padahal kenyataannya kebalikannya, yaitu penghinaan.

Semakna dengan apa yang disebutkan oleh firman-Nya dalam ayat lain, yaitu:

Artinya: Apakah mereka mengira bahwa harta dan anak-anak yang Kami berikan kepada mereka itu (berarti bahwa), Kami bersegera memberikan kebaikan-kebaikan kepada mereka? Tidak, ' sebenarnya mereka tidak sadar. (Al-Mu’minun: 55-56)

Dalam ayat lain disebutkan:

Artinya: Tatkala mereka melupakan peringatan yang telah diberikan kepada mereka, Kami pun membukakan semua pintu-pintu kesenangan untuk mereka; sehingga apabila mereka bergembira dengan apa yang telah diberikan kepada mereka, Kami siksa mereka dengan sekonyong-konyong, maka ketika itu mereka terdiam berputus asa.” (QS. Al-An’am: 44).

Hadits Istidraj

Dalam hadits disebutkan mengenai bahaya Istidraj karena membuat manusia lalai setelah diberikan kenikmatan.

Rasulullah SAW bersabda:


Apabila Anda melihat Allah memberikan kenikmatan dunia kepada seorang hamba, sementara dia masih bergelimang dengan maksiat, maka itu hakikatnya adalah istidraj dari Allah.

Tanda-tanda Istidraj

Imam Ibnu ‘Athoillah dalam karyanya Al-Hikam sebagaimana dikutip dari laman bincangsyariah.com, menegaskan bahwa tiap Muslim harus waspada terhadap karunia Allah, sedangkan selalu melanggar perintah-perintah-Nya dan bermaksiat kepada-Nya, karena pemberian tersebut bukanlah sebuah kenikmatan melainkan Istidraj agar berpuas diri dalam kehanyutan murka-Nya kelak di Akhirat.

Berikut tanda-tanda Istidraj yang perlu diketahui:

1. Selalu mendustakan Nikmat dan Ayat-Ayat Allah

Meremehkan dan enggan untuk mengamalkan dalam keseharian, padahal mereka telah mengetahuinya, hal tersebut selaras dengan firman-Nya:

"Dan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami, akan kami biarkan mereka berangsur-angsur (kearah kebinasaan), dengan cara yang tidak mereka ketahui”(QS. Al A’raf: 182).

2. Selalu berbuat maksiat

Tanda orang terkena Istidraj berikutnya selalu berbuat maksiat dengan melanggar yang telah diperintahkan oleh Allah dan RasulNya, serta mengufuri nikmat-Nya, merasa tidak puas atas karunia-Nya.
Ali Bin Abi Thalib rhadiyallahu'anhu berkata : “Hai anak Adam ingat dan waspadalah bila kau lihat Tuhanmu terus menerus melimpahkan nikmat atas dirimu sementara engkau terus-menerus melakukan maksiat kepadaNya”.

3. Jarang Sakit

Orang-orang yang sedang mendapatkan ujian istidraj biasanya jarang jatuh sakit karena hikmah dari sakit salah satunya penghapus dosa.

Imam Syafi’I mengatakan: “Setiap orang pasti pernah mengalami sakit suatu ketika dalam hidupnya, jika engkau tidak pernah sakit maka tengoklah ke belakang mungkin ada yang salah dengan dirimu.”

4. Tidak Sadar akan Harta yang Diberikan

Tanda orang yang terkena istidraj kerap tidak menyadari jika harta yang dimiliki sejatinya hanya ujian agar tidak lupa diri.. Allah SWT berfirman.


Apakah mereka mengira bahwa harta dan anak-anak yang Kami berikan kepada mereka itu (berarti bahwa), Kami bersegera memberikan kebaikan-kebaikan kepada mereka? Tidak, ' sebenarnya mereka tidak sadar. (Al-Mu’minun: 55-56).

5. Bergembira dengan Kekayaan

Tanda orang yang terkena istidraj lainnya selalu bergembira dengan kenikmatan duniawi hingga melupakan peringatan Allah SWT.

Firman Allah SWT:


Maka tatkala mereka melupakan peringatan yang telah diberikan kepada mereka, Kami pun membukakan semua pintu-pintu kesenangan untuk mereka; sehingga apabila mereka bergembira dengan apa yang telah diberikan kepada mereka, Kami siksa mereka dengan sekonyong-konyong, maka ketika itu mereka terdiam berputus asa. (Al-An'am: 44).

Hukuman Istidraj

Dalam Al Quran disebutkan hukuman Istidraj yakni bagi orang-orang yang lali karena diberikan kesenangan duniawi berupa adzab di akhirat.

Allah SWT berfirman:

Artinya: Dan Aku memberi tangguh kepada mereka. Sesungguhnya rencana-Ku amat teguh. (Al-Qalam: 45). Maknanya, Aku (Allah) tangguhkan mereka dan Aku akhirkan azab mereka serta Aku (Allah) berikan kepada mereka apa yang mereka inginkan, yang demikian itu termasuk tipu daya-Ku terhadap mereka.

Disebutkan dalam firman-Nya:

Artinya: Sesungguhnya rencana-Ku amat teguh. (Al-Qalam: 45)
Yaitu amat besar terhadap orang yang menentang perintah-Ku, mendustakan rasul-rasul-Ku, dan berani berbuat durhaka terhadap-Ku.

Di dalam kitab Sahihain disebutkan sebuah hadis, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:

Sesungguhnya Allah Swt. benar-benar memberi tangguh kepada orang yang zalim; hingga manakala Dia mengazabnya, maka ia tidak dapat luput dari siksa-Nya.

Wallahu A'lam

Masjid Baitul Muttaqien
BKP RW 01 Margatani Kramatwatu
16 September 2022
Bapak Ustadz Yusuf Ramdani

Kamis, 21 Juli 2022

Pembuktian Yang Nyata Iman Kepada Allah Dalam Kehidupan Sehari-hari


Ma’asyiral Muslimim Rahimakumullah

Lima hari yang lalu Allah SWT mempertemukan kita dengan Idul Adha; disebut pula yaumun nahar, hari raya kurban. Lalu hari ini kita dipertemukan-Nya dengan hari raya pekanan; yaumul Jum’ah, yang juga disebut sayyidul ayyam. 

Maka sudah sepatutnya kita bersyukur kepada Allah SWT atas nikmat-nikmat itu. Sungguh, tanpa hidayah dari Allah, kita takkan berada di jalan lurus ini; jalan keselamatan, jalan kebahagiaan, jalan kemenangan; dinul Islam. 

Tanpa rahmat dan nikmat-Nya, kita tak mungkin mampu beramal dalam dua hari raya itu. Maka, syukur sudah seharusnya terwujud dengan memanfaatkan nikmat Allah untuk mentaati-Nya.

Hadirin jamaah jum’at yang dimuliakan oleh Allah SWT. 

Keimanan seorang hamba kepada Allah tak cukup hanya sekedar diucapkan di lisan saja, tapi butuh pembuktian yang nyata dalam kehidupan sehari-hari. Di antara pembuktian iman kepada Allah yang harus ada pada diri seorang mukmin adalah sebagaimana pesan Rasulullah Saw dalam hadits berikut:


Dari Abu Hurairah ra berkata, Rasulullah saw bersabda: “Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia berkata baik atau diam. Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir hendaklah ia memuliakan tetangganya. Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir hendaklah ia memuliakan tamunya.” (H.R. al-Bukhari dan Muslim)

Ibnu Hajar rahimahullah berkomentar: “Hadits ini termasuk jawami’ul kalim (ucapan yang singkat dan padat). Mencakup tiga hal yang menghimpun berbagai akhlak terpuji, baik dalam perbuatan maupun ucapan.” 

Ma’asyiral Muslimim Rahimakumullah 

Pertama, berkata baik atau diam. Sebagai orang yang beriman sepatutnya kita membatasi diri dengan berbicara yang bermanfaat bagi diri sendiri maupun orang lain. Seorang muslim mesti menjauhi perkataan yang bisa menyakiti hati saudaranya atau yang berpotensi menimbulkan perpecahan, seperti perkataan yang mengandung unsur provokasi, ujaran kebencian, hoax, fitnah, gosip murahan, adu domba dan sebagainya. Apalagi seorang publik figur yang setiap ucapannya direkam dan dicatat oleh banyak orang, maka harus lebih ekstra hati-hati dalam melontarkan ucapannya. Imam Ahmad meriwayatkan dalam musnadnya dari Anas, bahwa Nabi saw bersabda:


“Iman seorang hamba tidak lurus sehingga hatinya lurus dan hatinya tidak akan lurus sehingga lidahnya lurus.” (HR. Ahmad)

Hadits diatas mengajarkan kita untuk menjaga lidah dari berbagai ucapan yang tidak mengandung nilai kebaikan sama sekali atau ucapan yang tidak diperbolehkan. Sebagai seorang muslim, hendaklah berpikir terlebih dahulu sebelum berbicara. Perlu mempertimbangkan matang-matang efek dari kata yang meluncur dari lisan kita. Mengutamakan diam daripada berbicara yang tidak bermanfaat itu lebih baik. 

Ma’asyiral Muslimim Rahimakumullah

Kedua, memuliakan tetangga. Tetangga adalah orang yang tempat tinggalnya berdekatan atau berdampingan dengan kita. Tetangga menjadi orang pertama yang memberikan bantuan jika kita ditimpa musibah atau kesulitan. Oleh karena itu berbuat baik kepada tetangga menjadi keharusan bagi orang muslim agar terciptanya kehidupan yang rukun dan damai. Islam memberikan perhatian besar terhadap hal ini, bahkan sampai-sampai Rasulullah menyangka bahwa tetangga akan menjadi ahli waris, ketika malaikat Jibril terus mewasiati beliau perihal berbuat baik kepada tetangga. Menyakiti tetangga termasuk dalam kategori dosa besar dan merupakan indikasi ke tidak sempurnaan iman seseorang. 

Diantara metode berbuat baik kepada tetangga adalah dengan membantu kebutuhannya dan memberikannya sesuatu yang bermanfaat. Tidak sepantasnya seorang muslim membiarkan tetangganya hidup dalam kesusahan, sedangkan dia punya kemampuan untuk membantunya. Rasulullah menganjurkan kita untuk saling berbagi dengan tetangga meskipun hanya sedikit. 

Rasulullah bersabda:


Dari Abu Dzar berkata: Rasulullah bersabda kepadaku: “Apabila engkau memasak gulai, maka perbanyaklah kuahnya, lalu perhatikanlah tetanggamu dan berikanlah pada mereka dengan cara yang baik.” (H.R. Muslim) 

Ma’asyiral Muslimim Rahimakumullah

Ketiga, memuliakan tamu. Memuliakan tamu adalah menyambutnya dengan wajah berseri-seri dan segera menghidangkan jamuan serta melayani dengan baik. penyambutan yang baik dengan tutur kata yang bijak tentu akan menyenangkan hatinya dan mempererat ukhuwah Islamiyah. AlQur’an menginformasikan kisah ketika nabi Ibrahim menerima dengan baik kedatangan tamu beliau yaitu para Malaikat.

“Maka dia pergi dengan diam-diam menemui keluarganya, kemudian dibawanya daging anak sapi gemuk.” (Q.S. Adz-Dzariyat [51]: 26). 

Rasulullah saw bersabda:
Abu Syuraih, Khuwailid bin ‘Amr Al-Khuza’i ra berkata: “Aku mendengar Rasulullah saw bersabda: “Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah menghormati tamunya dengan memberinya jaizah (hadiah).” Para sahabat bertanya: “Ya Rasulullah, apa hadiahnya tamu?” Beliau menjawab: “Melayaninya sehari semalam. Masa melayani tamu itu tiga hari. Jika lebih dari tiga hari, termasuk shadaqah.” (Muttafaqun ‘Alaih) 

Para ulama terdahulu telah memberi contoh teladan dalam memuliakan tamu. Mereka menyambut tamu dengan baik, lalu menghidangkan jamuan semampu mereka. Ketika tamu pamit pulang, mereka mengantar sampai ke depan pintu rumah sebagai bentuk penghormatan kepada tamunya.
KHUTBAH KEDUA


Masjid Baitul Muttaqien
BKP RW 01 Margatani Kramatwatu
15 Juli 2022
Bapak Ustadz Taryat

Sabtu, 16 Juli 2022

Makna dan Hikmah Ibadah Haji




Makna Ibada Haji

Kalau Thawwaf dan Sa’i adalah “manasik“ atau amalan dengan gerakan terus menerus, maka Wukuf adalah diam tanpa gerakan. Hal ini bisa kita maknai, setelah kehidupan diwarnai dengan gerakan, pada akhirnya suatu saat gerakan itu akan berhenti, jantung berhenti berdetak, mata berhenti berkedip, kaki berhenti melangkah, semua berhenti bergerak, ituah kematian. Kematian bukan akhir hidup kita, melainkan kita nanti akan dibangkitkan dan di kumpulkan di padang Mahsyar.

Hikmah Ibadah Haji

Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh At Tirmidzi, Ibnu Majah, Al Baihaqi disebutkan bahwa  “Ibadah haji adalah (wukuf) di Arafah.” Artinya, Pilar dan pokok inti dari ibadah Haji adalah saat wukuf di Arafah. Kalau thawwaf dan sa’i adalah “manasik“ atau amalan dengan gerakan, gerakan terus menerus, tetapi Wukuf adalah diam tanpa gerakan.

Hal ini bisa kita maknai, setelah kehidupan diwarnai dengan gerakan, pada akhirnya suatu saat gerakan itu akan berhenti, jantung berhenti berdetak, mata berhenti berkedip, kaki berhenti melangkah, semua berhenti bergerak, ituah kematian.

Kematian bukan akhir hidup kita, melainkan kita nanti akan dibangkitkan dan di kumpulkan di padang Mahsyar. Maka wukuf di padang Arafah adalah lambang dikumpulkannya kita di padang Mahsyar, dimana tidak ada tolong menolong yang dapat dilakukan diantara sesama manusia. Wukuf ini memberikan rasa keharuan dan menyadarkan bahwa kita semua kelak akan diminta untuk mempertanggung jawabkan atas segala yang telah dikerjakan selama di dunia. 

Allah berfirman dalam surat Al Hajj ayat 7


Di dalam ayat yang lain di surat Al Zalzalah ayat 6, Allahpun berfirman: 


Di dalam sebuah hadits yang Diriwayatkan oleh  Muslim, "Pada hari kiamat, matahari diturunkan dan berlantaikan timah sehingga orang-orang akan berkeringat. Namun Allah akan memberikan naungan kepada tujuh golongan, yaitu :

  1. Imam yang adil.
  2. Pemuda yang tunduk dengan beribadah kepada Allah.
  3. Seorang laki-laki yang hatinya digantungkan di masjid, yaitu selalu senang beribadah ke masjid.
  4. Dua orang laki-laki yang berkumpul untuk ibadah dan berpisah juga karena Allah.
  5. Seorang lelaki yang takut akan melanggar perintah Allah saat digoda oleh perempuan.
  6. Orang yang merahasiakan sedekahnya.
  7. Seseorang yang saat mengingat Allah takut akan siksaan api neraka
Pada bulan haji ini, umat Islam se dunia tuntas melaksanakan manasik, rukun haji, mengadakan pertemuan tahunan secara besar-besaran, yang pesertanya berdatangan dari seluruh penjuru dunia, yang terdiri atas berbagai bangsa.

Gerakan ibadah yang dilakukan secara serempak dalam suasana khusyu’ mengesankan keagungan Allah. Bacaan-bacaan yang dikumandangkan mensucikan dan mentauhidkan Allah memberi makna bahwa kaum muslim harus hidup dinamis, senantiasa penuh gerak dan perjuangan, bahkan pengorbanan demi untuk menggapai keridhaan Allah swt. Peristiwa sa’i mengingatkan manusia akan perlunya hidup sehat disertai usaha sungguh-sungguh dan perjuangan habis-habisan dalam meraih kesehatan, kesejahteraan, dan kebahagiaan paripurna.

Pada akhirnya, dengan pakaian putih ihram tak berjahit itu, mereka berkumpul melakukan wukuf di ‘Arafah. Dan di Padang ‘Arafah itu, dirasakan bahwa semua manusia sama dan sederajat di sisi Allah, berdoa, sambil mendekatkan diri kepada Allah, Tuhan semesta alam. Manusiapun insaf sesungguhnya betapa kecilnya dia dan betapa agungnya Allah SWT dan kelak kita semua pasti akan kembali kepadaNya. ##

Masjid Baitul Muttaqien
BKP RW 01 Margatani Kramatwatu
30 Juli 2022
Bapak Ustadz H. Ali Yusuf

Selasa, 12 Juli 2022

KHUTBAH IDUL ADHA 1443 H


Kaum Muslimin yang dirahmati Allah

Alhamdulillah, pagi hari ini kita patut bersyukur karena Allah anugerahkan nikmat iman, kesehatan, rizki yang lapang, dan umur panjang, sehingga kita masih berkesempatan menunaikan shalat idul adha tahun ini. Shalawat dan salam semoga terlimpah kepada Rasulullah beserta keluarga, sahabat, dan mereka yang mengikuti risalah-Nya hingga hari akhir kelak. 

Hari ini, kita sedang dihadapkan pada masalah-masalah keluarga yang semakin mengkhawatirkan. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik dari angka pernikahan pada 2015 sejumlah 1.958.394, sejumlah 347.256 di antaranya mengalami perceraian. Data Pengadilan Agama Daerah Istimewa Yogyakarta tahun 2014 menjelaskan bahwa jumlah angka perceraian mencapai 5851 kasus. 

Sementara itu, permintaan dispensasi nikah di kotamadya Yogyakarta, berdasar data Pengadilan Tinggi Agama mencapai kisaran angka 370 pasang. Data Pengadilan Agama Kabupaten Sleman 2015 menyebutkan bahwa permintaan dispensasi nikah di Kabupaten Sleman sebesar 132 pemohon, 60% di antaranya adalah anak usia SMP. 

Dispensasi nikah merupakan izin untuk menikah karena yang bersangkutan masih berada di bawah usia perkawinan. Mereka mengajukan dispensasi nikah karena faktor- faktor tertentu yang memaksanya untuk segera menikah. Kondisi ini tentu sangat mengkhawatirkan.

Data-data di atas belum termasuk angka kekerasan dalam keluarga, kenakalan remaja (sejak perkelahian, hubungan bebas pra-nikah, hingga penyalahgunaan narkoba) yang juga sangat mengkhawatirkan. 

Saat kita sedang berhadapan dengan darurat keluarga ini, sejenak marilah kita belajar pada keluarga terpilih yang layak kita jadikan teladan. Allah memilih mereka sebagaimana dijelaskan Al-Quran. 

Sesungguhnya Allah telah memilih Adam dan Nuh, serta keluarga Ibrahim dan keluarga Imran (sebagai teladan) atas seluruh alam semesta. (Q.s. Ali Imran [3]: 33). 

Demikianlah Al-Quran menuturkan kepada kita. Adam dan Nuh, secara personal, disebut sebagai hamba Allah pilihan (mushthafa), sementara Ibrahim dan Imran disebut secara kolektif sebagai satu kesatuan keluarga. Adam dan Nuh diuji oleh Allah dengan keluarga, sementara Ibrahim dan Imran menjadi teladan, salah satunya, bersebab keluarga mereka.

Allahu Akbar 3x wa Lillahilhamdu 

Kaum Muslimin yang dirahmati Allah 

Hari ini kita mengingat keluarga mulia ini. Keluarga Ibrahim, yang terpilih sebagai keluarga yang sangat istimewa di sisi Allah . Ibrahim terpilih sebagai seorang nabi, bahkan menjadi bapaknya para nabi (abul anbiya ). Anak yang lahir darinya adalah nabi: Ismail dan Ishaq. Yang lebih mengagumkan, perilaku dan amal Nabi Ibrahim beserta keluarganya menjadi syariat yang ditunaikan pula hingga saat ini, seperti ibadah haji, qurban, dan khitan. 

Inilah keluarga terpilih yang layak menjadi teladan. Sebenarnya, tidak sekedar hari ini kita mengingatnya. Hampir setiap hari kita mengenangnya. Bukankah dalam setiap shalat kita melafal keluarga ini dalam doa tasyahud kita? Setiap kali kita memohon salawat serta kebarakahan untuk Rasulullah beserta keluarganya, maka permohonan yang serupa kita tujukan untuk Nabi Ibrahim beserta keluarganya.

Sungguh hari ini, ketika kita sedang dilanda darurat keluarga , kita sangat menghajatkan keteladan keluarga Ibrahim. Kita merindukan terbentuknya keluarga Muslim yang memiliki daya tahan kokoh. Kita sangat meyakini bahwa negeri ini akan kuat kalau ia ditopang oleh masyarakat yang kuat, dan masyarakat akan menjadi kuat kalau ia dibangun dari keluarga-keluarga yang kuat pula.

Pertama, mewariskan nilai-nilai tauhid pada setiap anggota keluarga. Ibrahim sangat serius dan istiqamah mewariskan nilai-nilai tauhid pada anak dan keluarganya. Inilah kunci utama keluarga mulia ini memiliki daya tahan yang sangat mengagumkan. Tidak ada kekhawatiran akan berkurangnya materi melebihi kekhawatiran atas melemahnya iman dalam diri anak dan keturunannya. 

Tugas kita bukanlah mencetak anak- anak menjadi hebat dan mengagumkan sesaat, melainkan membentuknya menjadi seseorang yang terus berkembang untuk masa yang akan datang. Tugas kita bukan menjadikan anak-anak berprestasi untuk masa yang pendek. Tugas kita adalah menyiapkan mereka menghadapi hari-hari yang panjang. 

Ketika Tuhannya berfirman kepadanya: "Tunduk patuhlah!" Ibrahim menjawab: "Aku tunduk patuh kepada Tuhan semesta alam". Dan Ibrahim telah mewasiatkan ucapan itu kepada anak-anaknya, demikian pula Ya´qub. (Ibrahim berkata): "Hai anak- anakku! Sesungguhnya Allah telah memilih agama ini bagimu, maka janganlah kamu mati kecuali dalam memeluk agama Islam" (Q.s. Al-Baqarah [2]: 131-132). 

Ibrahim, demikian dijelaskan Dr. Abdul Karim Zaidan, mengkhususkan anaknya dengan wasiat karena dorongan perasaan seorang ayah terhadap anak- anaknya jauh lebih kuat daripada orang lain, dan ketika pengkhususan ini dilakukan di akhir usia, ini menunjukkan perhatiannya yang besar terhadap isi dari wasiat tersebut. Ini artinya, kerja pewarisan tauhid ini semestinya ditunaikan setiap keluarga Muslim dengan sangat serius, melebihi keseriusan kita menyiapkan anak- anak untuk sukses dan berprestasi dalam hal-hal duniawi. 

Kedua, keteladanan (qudwah) yang nyata. Nilai-nilai tauhid itu tidak sekedar tersampaikan secara lisan, tetapi ia tertanam kuat karena keteladanan. Itulah yang dilakukan Nabi Ibrahim . Nilai tauhid itu terlihat sehari-hari dalam kehidupan. Ia tampak saat keluarga mulia itu menempatkan cintanya kepada Allah dan Rasul- Nya melebihi pada yang lain. Nabi Ibrahim tentu lebih memilih Ismail tidak disembelih. Namun, karena ia merupakan perintah Allah , kewajiban itu tertunaikan juga.

Keteladanan sungguh sangat diperlukan dalam proses penanaman nilai. Anak-anak akan mengetahui kondisi ideal yang diharapkan dari contoh nyata dalam keluarga mereka. Di sisi lain, ketika anak-anak masih belum dewasa, proses penyerapan nilai lebih banyak terjadi pada sesuatu yang dilihat dan didengar anak dalam kehidupan sehari-hari. 

Ini pula yang dapat kita pelajari dari Rasulullah . Adalah Ibnu Abbas r.a. yang akhirnya meniru Rasulullah saat mengetahui beliau selalu mengerjakan shalat malam. Diriwayatkan oleh Bukhari, Ibnu Abbas r.a. pernah menuturkan, Aku menginap di rumah bibiku, Maimunah. Nabi biasa bangun untuk shalat malam. Suatu malam, Nabi bangun lalu berwudlu dengan wudlu yang ringan dari kendi yang digantung. Setelah itu beliau shalat. Aku pun berwudlu seperti wudlu beliau. Kemudian aku berdiri di damping kiri beliau. Namun, beliau menarikku dan meletakkanku di samping kanan beliau. Kemudian beliau shalat beberapa rakaat.

Allahu Akbar 3x wa Lillahilhamdu 

Kaum Muslimin yang dirahmati Allah 

Begitulah kekuatan keteladanan orang tua bagi pembentukan karakter anak. Sungguh, anak-anak selalu penjadi pengamat paling jeli atas perilaku dan ucapan orangtuanya. Kedua orangtua selalu dituntut menjadi teladan yang baik, demikian ditegaskan Dr. Muhammad Nur Abdul Hafizh Suwaid, karena, seorang anak yang berada dalam masa pertumbuhan selalu memerhatikan sikap dan ucapan kedua orangtuanya. 

Oleh karena itu, sungguh, tak banyak manfaatnya orangtua menasihati anak untuk percaya pada kuasa Allah , sementara tiap hari yang diperdengarkan di dalam rumah adalah keluhan demi keluhan atas tak berlimpahnya materi. Demikian pula, tak banyak pengaruhnya orangtua menyuruh anak-anak rajin shalat, sementara ia lebih asyik melihat televisi atau gawai saat adzan telah berkumandang.  

Ketiga, bangun kedekatan dengan anak dan keluarga, lalu libatkan mereka dalam amal kebaikan. Nabiyullah Ibrahim terlibat bersama dalam pembangunan Ka bah dengan putra beliau, Ismail . Hubungan antara ayah dengan anak terbangun dalam aktivitas bersama. Menciptakan aktivitas bersama dalam amal kebaikan menghajatkan keterlibatan penuh dari orangtua. Orangtua tidak sekedar dekat dengan anak, lebih dari itu, ia benar-benar bersama dengan anak. Oleh karena itu, jangan sampai terjadi, anak-anak merasa yatim dari kehadiran Ayah mereka. 

Dan (ingatlah), ketika Ibrahim meninggikan (membina) dasar-dasar Baitullah bersama Ismail (seraya berdoa): "Ya Tuhan kami terimalah daripada kami (amalan kami), sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui" (Q.s. Al-Baqarah [2]: 127). 

Dalam kebersamaan itulah Ibrahim menanamkan nilai-nilai tauhid dan kebaikan pada putranya, Ismail . Begitulah kita belajar pada Nabi Ibrahim, bermula dari kedekatan dan kebersamaan antara ayah dengan anak, nilai-nilai terwariskan. Boleh jadi melalui percakapan, nasihat, obrolan dialogis, atau (seperti Nabi Ibrahim dalam surat al-Baqarah ayat 127 di atas) nilai- nilai itu tersampaikan melalui doa-doa. 

Dari Rasulullah kita pun dapatkan pelajaran berharga. Beliau selalu memanfaatkan setiap kebersamaan dengan anak untuk menanamkan nilai. Kadang dijumpai nasihat-nasihat itu tersampaikan saat beliau sedang melakukan perjalanan di atas kendaraan, saat sedang makan, saat bertemu anak-anak di jalan, ketika bermain dengan anak, dan sebagainya.

Aku masih sangat kecil ketika berada dalam pengawasan Rasulullah , demikian kata Umar bin Abi Salamah, seperti diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim. Tanganku bergerak ke sana kemari di atas nampan makanan. Rasulullah lalu menasihatiku, Hai anak kecil, ucapkanlah basmalah, makanlah dengan tangan kanan, dan makanlah apa yang ada di hadapanmu. Nasihat itu tertancap dalam pada diri Umar bin Salamah. Itulah sebabnya, ia lalu mengatakan, Sejak saat itu, begitulah caraku makan. 

Keempat, selalu memanjatkan doa kebaikan bagi anak dan keluarga. Tak ada yang kuasa menjaga keluarga kita, kecuali Allah . Oleh karena itulah, Nabi Ibrahim senantiasa memohon pada Allah, kebaikan bagi anak dan keluarga beliau. Al-Quran menjelaskan kepada kita doa- doa Nabi Ibrahim , yang hampir pada setiap doa-doa beliau selalu terpanjatkan permohonan kepada Allah anak keturunannya senantiasa mendirikan shalat. 

Ya Tuhanku, jadikanlah aku dan anak cucuku orang- orang yang tetap mendirikan shalat, ya Tuhan kami, perkenankanlah doaku (Q.s. Ibrahim [14]: 40).

Demikianlah, Ibrahim menyampaikan permohonannya kepada Allah . Sebuah permohonan yang (barangkali) di masa kini, oleh sebagian masyarakat dianggap aneh dan ndeso. Yang diminta oleh Ibrahim adalah agar keluarganya menjadi orang-orang yang rajin mendirikan shalat. Sungguh, inilah permohonan yang lahir dari daya jangkau pemikiran yang sangat luas, panjang, mendalam, dan dilandasi oleh iman. Kenapa yang diminta adalah keteguhan dalam menegakkan shalat? Sebab, beliau sangat yakin bahwa shalat membawa kebarakahan di semua aspek kehidupan. 

Allahu Akbar 3x wa Lillahilhamdu 

Kaum Muslimin yang dirahmati Allah 

Mereka yang rajin shalat, maka Allah akan memberkahi kehidupan keluarganya, studi anak- anaknya, pekerjaannya, usaha dan perniagaannya, hubungan kemasyarakatannya, dan sebagainya. Bukankah demikian yang telah Allah janjikan. 

Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan, memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. (Q.s. Ath-Thalaq [65]: 2-3). 

Demikianlah potret keluarga yang terpilih dan terberkahi itu, keluarga Ibrahim . Hari ini kita belajar untuk meneladaninya, agar setiap keluarga Muslim selalu berada dalam bingkai keimanan. Sebab hanya dengan imanlah, kita kelak akan dihimpunkan kembali di surga, bareng dengan keluarga kita. 

Dan orang-oranng yang beriman, dan yang anak cucu mereka mengikuti mereka dalam keimanan, Kami hubungkan anak cucu mereka dengan mereka, dan Kami tiada mengurangi sedikitpun dari pahala amal mereka. Tiap-tiap manusia terikat dengan apa yang dikerjakannya. (Q.s. Ath-Thuur [52]: 21).

Dikumpulkan kembali di surga bersama segenap keluarga adalah kerinduan yang selalu kita impikan. Semoga Allah anugerahkan kebarakahan untuk keluarga kita dan tetap kuatkan keluarga dalam naungan iman. Marilah kita akhiri khutbah Id ini dengan doa. Semoga Allah mengabulkan setiap doa kita. 


Masjid Baitul Muttaqien

BKP RW 01 Margatani Kramatwatu

Khutbah Idul Adha 1443 H 

Bapak Ustadz Yusuf Ramdani

Minggu, 03 Juli 2022

Kajian Kitab Bulughul Maram – KITAB BERSUCI - BAB AIR


HADITS KE 4 yang artinya:

Dari Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“Jika banyaknya air telah mencapai dua qullah (kulah) maka ia tidaklah najis.” 

(Dikeluarkan oleh Imam Empat dan dinilai sahih oleh Ibnu Khuzaimah, Hakim, dan Ibnu Hibban). [HR. Abu Daud, no. 63; Tirmidzi, no. 67; An-Nasai, 1:75:46; Ibnu Majah, no. 517]

Penjelasan dan Kesimpulan HADITS KE -4-       

Apabila air dua kullah maka ia tidak mengandung kotoran yakni tidak najis. Hal ini tidak berlaku umum. Karena para ulama sepakat apabila air berubah karena najis maka air itu najis. Dalam masalah ini seorang Muslim harus berhati-hati. Bila menurut dugaan kuatnya bahwa najis telah memengaruhi air maka hendaklah ia tidak menggunakannya kecuali karena keperluan yang mendesak. Tetapi bila menurut dugaan kuatnya bahwa najis tidak memengaruhi air tersebut atau telah mendapat kepastian bahwa najis tidak memengaruhinya maka ia tidak perlu ragu untuk menggunakannya baik air itu sedikit ataupun banyak.4. Air yang terkontaminasi berbagai najis apabila diproses melalui berbagai sarana tehnologi kemudian najis itu hilang: Air ini boleh digunakan untuk menghilangkan najis dan hadats sehingga dengannya bisa tercapai thaharah secara sempurna.

Hadis ini memiliki mafhum (pengertian yang tersirat), bahwa apabila air tidak mencapai dua kullah maka menadi najis, baik air itu berubah ataupun tidak berubah. Mafhum ini bertentangan dengan hadis Abu Umamah terdahulu yang menunjukkan bahwa air tidak najis kecuali karena terjadinya perubahan. Dilalah hadis Abu Umamah yang menunjukkan bahwa air tidak najis kecuali karena perubahan adalah manthuq (pengertian yang tersurat) sedangkan dilalah hadis Ibnu Umar adalah mafhum (pengertian yang tersirat). 

Majlis Ulama Saudi Arabia mengeluarkan keputusan (no. 65 tanggal 25/10/1398 H) “Setelah melakukan penelitian, kajian dan diskusi diputuskan: “Berdasarkan apa yang disebutkan para ilmuwan bahwa air dalam jumlah banyak yang berubah karena najis bisa menadi bersih apabila perubahannya itu telah hilang dengan sendirinya, atau karena ditambahkan air bersih kepadanya, atau perubahannya itu hilang karena lama menetap, atau karena pengaruh  matahari dan tiupan angin, atau karena hal lain, karena hilangnya hukum itu mengikuti hilangnya ‘illat yang ada. 

Karena air yang terkena najis itu bisa dibersihkan najisnya dengan berbagai sarana, dan karena penjernihan dan pembersihannya dari berbagai najis yang tercampur itu dilakukan melalui berbagai sarana tehnik modern dan canggih, sehingga tidak diragukan tingkat kebenarannya bahkan diakui oleh para ahli di bidangnya, maka Majlis berpendapat bahwa air tersebut telah menjadi bersih setelah melalui proses penjernihan yang sempurna sehingga air itu kembali kepada kondisinya yang semula, tidak terlihat adanya perubahan rasa, warna atau pun baunya akibat terkena najis. 

Air ini boleh digunakan untuk menghilangkan najis dan hadats sehingga dengannya bisa tercapai thaharah secara sempurna. Sebagaimana air ini juga boleh diminun, kecuali apabila ada bahaya yang ditimbulkan oleh penggunaannya. Bila masih mengandung bahaya maka dilarang penggunaannya demi menjaga jiwa dan menghindari bahaya, bukan karena najis. Demikian pula Lembaga Fiqh Islami di bawah naungan Rabithah Alam Islami pada pertemuannya yang ke-11 yang diselenggarakan di Mekkah, 13 Rajab 1409 H – 20 Rajab 1409 H, menetapkan bahwa air pam yang telah dijernihkan (biasanya melalui empat tahapan yaitu tarsib (pengendapan), tahwiyah (peranginan atau ventilasi), pembunuhan kuman dan sterilisasi) sehingga tidak ada lagi najis yang tersisa pada rasa, warna dan baunya, maka air tersebut menjadi bersih dan boleh digunakan untuk menghilangkan najis dan hadats.

HADITS KE 5 yang artinya:

Dari Abu Hurairah radhiyallau ‘anhu, ia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: 

“Janganlah salah seorang diantara kalian kencing di air yang tergenang (tidak mengalir) ketika ia dalam keadaan junub”. 

Diriwayatkan oleh Bukhari disebutkan: 

Penjelasan dan Kesimpulan HADITS KE -5-

Orang junub sekalipun badannya suci tetapi bisa jadi ada cairan-cairan tersembunyi yang keluar akibat junub sedangkan kita tidak mengetahuinya lalu memengaruhi air dan mengotorinya. Karena itu dilarang mandi di dalam air yang tidak mengalir. 2-Syari’at yang dibawa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam meliputi semua aspek kehidupan dan mencakup semua kemaslahatan manusia baik di dunia ataupun di akhirat. Tidak benar seperti apa dikatakan sebagian orang bahwa syari’at hanya mengatur urusan ibadah antara manusia dan Tuhan sedangkan urusan lainnya diserahkan kepada manusia.

Para ahli ushul berbeda pendapat tentang larangan (yang tidak ditegaskan sebagai sesuatu yang diharamkan), apakah ia bernilai haram atau makruh, atau mereka membedakan antara sesuatu yang landasannya ibadah dan sesuatu yang landasannya adab dan kebersihan. Jika landasannya ibadah maka larangan itu bernilai haram tetapi jika landasannya adab dan kebersihan maka larangan itu bernlai makruh. 

[Madzhab Malikiyah berpendapat bahwa larangan ini bernilai makruh, karena air tersebut tetap bersih. Madzhab Hanbali dan Zhahiri berpendapat bahwa larangan ini bernilai haram. Sebagian ulama berpendapat bahwa ia diharamkan bila airnya sedikit dan makruh bila airnya banyak.] (red.)

HADITS KE 6 yang artinya:

Dari seorang lelaki sahabat Nabi shallallahu alaihi wasallam, ia berkata:

“Rasulullah shallallau alaihi wasallam melarang wanita mandi dengan sisa air laki-laki, atau laki-laki mandi dengan sisa air perempuan. Hendaklah keduanya menciduknya secara bersama-sama”.   

Diriwayatkan oleh Abu Dawud dan Nasa’i. Isnadnya shahih.

HADITS KE 7 yang artinya:

Diriwayatkan oleh Imam Muslim Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma berkata bahwa: 

"Nabi shallallahu alaihwasallam pernah mandi dengan air sisa Maimunah”.

Penjelasan dan Kesimpulan HADITS KE -6 dan 7

Larangan dalam hadits ke 6 tidak dimaksudkan untuk mengharamkan tetapi sebagai arahan dan bimbingan, Sebagaimana  dijelaskan dalam hadits berikutnya, yaitu hadits ke 7 menunjukkan bolehnya seseorang mandi dengan air bekas istrinya. Mandi seperti ini tidak berpengaruh pada kesucian air. Karena air tidaklah jadi najis. Jadi hadits tersebut dimaknai makruh, bukan haram. Makruh bila laki-laki mandi dari bekas perempuan dan sebaliknya, apalagi jika masih ada air yang banyak. Jika ada kebutuhan, tidak jadi masalah laki-laki mandi dari bekas perempuan.

Seorang suami seharusnya melakukan sesuatu yang bisa menguatkan cinta, kasih sayang dan romantisme bersama  istrinya semperti mandi berbarengan antara suami-istri. Pengarahan Nabi shallallahu alaihi wasallam agar suami istri mandi bersama apabila keduanya wajib mandi. Dan Nabi i juga mempraktikkannya dengan Aisyah radhiyallau ‘anha. Keduanya pernah mandi bersama dari satu bejana. (red.)

KH. Hafidz Anshori - Sabtu, 2 dzulhijjah 1443  – 2 Juli 2022

Sabtu, 02 Juli 2022

Takut Kepada Allah SWT


Di setiap jumat, khotib selalu mengingatkan kembali agar kita selalu berupaya meningkatkan iman dan taqwa atau meraih keimanan dan ketakwaan yang benar kepada Allah. 

Takwa membuat seorang muslim makin berhati-hati dalam menjalani kehidupan dan dalam beribadah kepada Allah SWT, salah satu ciri dari iman dan taqwa adalah munculnya rasa takut di hadapan Allah SWT.  

Rasa takut inilah yang menjadi penjaga kita semua dari mudahnya melakukan perbuatan dosa, Rasa takut ini juga yang akan menjadikan kita bersemangat dalam menyempurnakan atau memurnikan ibadah dan ketaatan kita kepada Allah.

Menurut Ibn al-Qayyim al-Jauziyah, takut kepada Allah SWT itu hukumnya wajib. Karena perasaan takut kepada Allah inilah yang dapat mengantarkan hamba untuk selalu beribadah kepada-Nya dengan penuh ketundukan dan kekhusyukan.

Di dalam QS Al Fatir (35):ayat 28 Allah berfirman.  

إِنَّمَا يَخْشَى ٱللَّهَ مِنْ عِبَادِهِ ٱلْعُلَمَـٰٓؤُا۟ ۗ

Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, adalah ulama atau orang orang yang memiliki pengetahuan, dimana pengetahuannya itu  membawanya  kepada ketaatan kepada Allah SWT. Jamah, yang paling takut kepada Allah Ta’ala adalah yang paling mengenal Allah SWT. yaitu para malaikat, para nabi, dan para ulama.

Oleh karena itu hendaklah kita senantiasa yakin dan berpegang atas apa yang disampaikan dan dicontohkan para nabi dan para ulama yang memiliki pengetahuan dan kebijaksanaan.

Hendaklah kita tidak berhenti mengkaji ilmu Allah dan kandungan Al Quran hingga akhir hayat kita. Diantara hal-hal yang bisa membantu kita untuk menumbuhkan rasa takut  dan takwa kita kepada Allah SWT adalah dengan mengenal  asma wasifatillah, nama dan sifat Allah SWT.  Ketika kita belajar tentang nama dan sifat Allah banyak amalan dan kepekaan hati akan tumbuh. 

Malikiyaumiddin. Allah adalah penguasa/raja pada hari kebangkitan.  Allahlah yang dapat menolong dan menyelamatkan di hari kiamat. Allahu robbul alamin, pencipta, pengatur dan pemelihara langit bumi dan isinya, jikalau Allah berkehendak menggeser orbit atau membenturkan bumi dan benda langit lainnya, tidak ada  yang bisa  menolak dan juga menolong semua makhluk di alam semesta ini. 

Seraya mengingat bahwa Allah maha melihat dan mengetahui, maha adil dan berkuasa, maka kita munculkan rasa takut akan siksa Allah atas dosa-dosa yang kita perbuat, kita takut akan pengadilan Allah, fitnah dan ujian Allah didunia, serta azab kubur atau azab Allah di neraka jahannam.

Kepunyaan Allah-lah segala apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi. Dan jika kamu melahirkan atau menyembunyikan apa yang ada di dalam hatimu, niscaya Allah akan membuat perhitungan dengan kamu tentang perbuatanmu itu. Maka Allah mengampuni siapa yang dikehendaki-Nya dan menyiksa siapa yang dikehendaki-Nya; dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu . (QS : Al Baqoroh: 284)

Hal lain yang menjadi sumber ketakutan, ketaatan dan ketakwaan kita kepadaAllah adalah pengakuan apabila kita belum mampu melaksanakan kewajinban dari Allah dengan baik, kewajiban terhadap orang tua,  anak-istri kita, terhadap kerabat & tetangga. 

Yang juga dapat menjadi sumber ketakutan, untuk meraih ketaatan dan ketakwaan kita kepada Allah adalah takut takut su’ul khatimah (mendapatkan akhir kehidupan atau kematian yang buruk). Dan juga takut tidak diterimanya amal ibadah yang telah dilakukan.

Ketika asulullah ﷺ menerangkan (QS:Al-Mu’minuun: 60) yang artinya .. dan orang-orang yang memberikan apa yang telah mereka berikan, dengan hati yang takut. Rasulullah SAW, Mereka yang takut itu bukanlah orang yang meminum khamr atau yang suka mencuri, melainkan mereka yang takut itu adalah orang-orang yang selalu terdepan dan  bersegera  dalam segala kebaikan dalam beriman dan bertakwa kepada Allah, namun bersamaan dengan itu, bersamaan dengan keikhlasan mereka, mereka takut kalau Allah tidak menerima amalan-amalannya itu. 

Takut dihadapan sesuatu yang lebih superior atau lebih kuat dan perkasa disebut Khouf. Rasa takut yang besar di dalam hati kepada Allah disebut khosyah, dan Gejala rasa takut yang masuk kedalam hati dinamakan wajal. Atau getmetar, alladzi idza dzukirallahu wajilat qulubuhum…..bila disebut nama Allah gentar atau gemetarlah hati mereka.. 

Apabila rasa takut itu menyebabkan kita ingin menghindar dari kemaksiatan, maka disebut Rohbah, dan apabila rasa takut itu menimbulkan rasa ingin berbuat kebaikan atau perbuatan yang dicintai Allah, ingin selalu menuju atau mendekat kepada Allah, maka rasa takut itu disebut Raghbah.

Orang yang bertambah iman dan takwanya kepada Allah, maka ketaatannya tumbuh menjadi perasaan yang menyatu antara takut dan harap sekaligus cinta kepada Allah SWT.  

Pada akhirnya keimanan dan ketakwaan kita  akan tumbuh dan berbuah menjadi rasa takut hanya kepada Allah saja dan tidak menyisakan ketakutan kepada apapun atau siapapun.  ketika Qobil ingin membunuh Habil, maka Habil pun berkata :

"Sungguh kalau kamu menggerakkan tanganmu untuk membunuhku, aku sekali-kali tidak akan menggerakkan tanganku untuk membunuhmu. Sesungguhnya aku lebih takut kepada Allah SWT.

Hadirin jamaah jumat yang dimuliakan Allah, sebagaimana juga buah iman dan takwa para mujahid, para pejuang penegak kebenaran sejak zaman rosululloh, hingga para pahlawan dan pejuang kemerdekaan bangsa kita atau yang masih berjuang di belahan dunia lain saat ini, buah dari keimanan dan ketakwaanya yang benar kepada Allah membuatnya berani, tidak takut menghadapi kematian, melainkan mereka lebih takut kepada Allah dan perintahNya, takut apabila tidak terlibat dalam menegakkan kebenaran dan keadilan di tengah2 masyarakat.

Di awal Dzulhijjah ini, marilah kita sambut kemulyaan bulan terakhir dalam penanggalan Hijriah 1443 H ini, selain dengan burkurban dan shaum, juga dengan memparbanyak ibadah dan dzikir kepada Allah. Marilah kita bertaubat, kembali kepada Allah dan beristigfar, memohon ampunan kepada Allah. 

Kita pertahankan atau tingkatkan sholat lima waktu kita dengan berjamaah di masjid. Kita iringi sholat kita denga sunnah Rowatib, Qobliah dan badiah, sholat tahajjud, dhuha dan sholat syuruq. Kita memperbanyak qiroah, membaca dan menghatamkan Alquran, memperbanyak tilawah,yaitu memahami makna kandungan isi Al Quran dan juga menambah, atau mengulang-ulang hafalan Al Quran kita. 

Kita tingkatkan infaq dan sodaqoh  kita kepada orangtua kita, kepada keluarga kita, kepada tetangga dan fakir miskin yang membutuhkan, di awal bulan Zulhijjah yang mulia ini, karena dan shaum kita di bulan ini akan menghapuskan dosa  tahun lalu dan tahun depan. Dan dzikir ibadah kita di bulan ini akan meningkatkan derajat kita menjadi orang yang dicintai oleh Allah. 

Pahala ibadah kita akan dilipatgandakan oleh Allah, bernilai lebih tinggi dari ibadah paling mulia, jihad fi sabilillah, sebanding dengan pahala orang yang berjuang di jalan Allah dengan seluruh harta dan jiwanya, kemudian ia mati syahid tidak kembali kepada keluarganya. ##

Khotib: H. Didi Kurniawan

Keutamaan Menghadiri Majelis Ilmu

Pada masa Rosulullah SAW, para sahabat dan ulama terdahulu selalu memelihara shalat tahajud dan ibadah lainnya dengan baik, sempurna dan penuh antusias.  

Salah satu contuh, seorang sahabat, jika malam tiba, selalu mengerjakan shalat di mihrabnya dan jika ia tak kuasa menahan kantuk, maka ia segera berkata, “Wahai jiwa, ingatlah kematian dan segala yang terjadi sesudahnya!” Akhirnya, ia pun terus mengerjakan shalat malam hingga fajar. Sahabat yang lain  tidak tidur sedikitpun sepanjang malam.

Sementara itu Ibnu Abu Dawud berkata, bahwa sebagian ulama salaf mengkhatamkan atau menamatkan Alquran sekali dalam dua sampai satu bulan, 10 malam, delapan, tujuh, dan enam malam. Sebagian yang lain menamatkan Alquran dalam lima, empat, tiga, dan dua malam. Ada juga yang menamatkan dalam satu hari satu malam. Bahkan ada yang menamatkan Alquran dua dan tiga kali dalam satu hari satu malam. Dan hebatnya lagi, ada yang delapan kali dalam sehari semalam. Yakni, empat kali pada waktu malam dan siang.

Di antara yang menamatkan Alquran satu kali dalam satu hari, yaitu Utsman bin Affan, Tamim ad-Dariy, Said bin Zubair, Mujahid, dan  Imam Syafi’i.  Sali bin Umar, seorang qadhi di Mesir pada masa pemerintahan Dinasti Muawiyah, mengkhatamkan Al Quran tiga kali dalam sehari, Abu Bakar bin Abu Dawud menamatkan Alquran tiga kali dalam satu malam. Selain itu,  Ibnu Khatib menamatkan Alquran empat kali pada siang dan malam.

Generasi Islam awal  dan terdahulu merupakan generasi muslim terbaik sepanjang masa.  Amalan ibadah mereka patut dijadikan teladan bagi generasi setelahnya. Para sahabat di masa nabi dan para ulama terdahulu memiliki keteguhan dalam beribadah dan beramal sholih.  Lantas bagaimana dengan keadaan kita di masa akhir zaman ini?

Jikapun kita saat ini belum mampu mengimbangi prestasi amal ibadah para shahabat dan ulama terdahulu, maka  Ada dua amalan akhir zaman yang lebih ringan namun memiliki timbangan yang berat di mata Allah SWT, yaitu menuntut Ilmu dan bersholawat kepada Nabi Muhammad SAW.

Suatu hari Rasulullah SAW menuju Masjid Nabawi di Madinah. Di dalam masjid, Rasulullah SAW mendapati ada beberapa kelompok  sahabat yang berbeda aktivitasnya. Pada majelis pertama, sekelompok sahabat sedang melaksanakan ibadah sholat sunnah, di sisi lain masjid sekelompok sahabat berzikir menyebut asma Allah. Mereka juga memohon kepada-Nya untuk memenuhi hajat mereka. Sedangan pada majelis lainnya, sekelompok sahabat berada dalam majlis ilmu. Mereka melakukan kajian perihal ketentuan agama dan hukum Islam. 

Menjawab pertanyaan shahabat terkait ketiga kelompok  itu, Rosululloh mengatakan bahwa semua majlis majelis itu sama-sama baiknya, namun majelis ilmu lebih baik dan lebih utama dari majlis yang lainnya.

Sambil menunjuk kepada majelis zikir, Rasulullah SAW mengatakan bahwa Mereka yang  berdoa dan berharap kepada Allah SWT. Jika Allah menghendaki, Dia akan mengabulkan permohonan mereka. Tetapi jika Allah berkehendak lain, bisa saja Allah tidak memenuhi permintaan mereka. Sekelompok sahabat yang sholatpun kadarnya ditentukan oleh kekhusyuan sholat orang tersebut, bahkan bisa saja sholatnya tidak diterima dan sia-sia.  

Adapun mereka yang berada dalam majlis ilmu, Mereka ini yang lebih baik dan lebih utama, kata Rasulullah SAW, karena  orang yang berada di dalam majlis ilmu sudah pasti ibadahnya diterima oleh Allah, hatta dilakukan dalam keadaan bersantai, bersandar bahkan mengantuk sekalipun. 

Dalam riwayat lain Rasulullah Saw bersabda, yang artinya: “Menghadiri majlis ilmu lebih baik daripada sholat 1000 roka’at, menjenguk 1000 orang sakit, dan melayat 1000 jenazah”. 

Menuntut ilmu merupakan hal yang sangat Rasulullah SAW anjurkan, agar umatnya terus tafaqquh fii diin sampai akhir hayat mereka dan terus bersemangat untuk menghadiri majlis ilmu, sampai hari kiamat. Orang awam yang tidak mengkaji atau berhenti menuntut ilmu, amalannya tidak sah dan tidak akan mendapatkan pahala dari ibadah dan amal sholihnya. 

Namun  sang penuntut ilmu yang terus mengkaji, selama masih terus  mengkaji, meskipun belum faham, maka ibadah yang masih salahpun akan mendapatkan pemakluman atau pemaafan, sehingga amal kita mengkaji dan amal ibadah kita tetap diterima sebagai pahala yang utama oleh Allah SWT. -Tidak wajib faham tapi yang wajib adalah terus mengkaji atau terus menuntut ilmu hingga akhir hayat dan zaman.

Orang yang menuntut ilmu akan mendapatkan keutamaan yaitu, Dicukupkan cita2nya, kebutuhan nya, rezekinya, dan diberikan rezeki yang tidak disangka-sangka. Yaitu rezeki berupa harta benda yang barokah, rezeki sehat walafiat, rezeki anak-anak yang sholih dan rezeki terbesar berupa Ridho Allah SWT.

Rezeki yang barokah, yaitu rezeki yang cukup dan bermanfaat bagi diri, keluarga dan lingkungannya.  Namun, rezeki yang baik tidak selalu berupa materi, harta atau uang yang banyak, karena apalah artinya harta yang melimpah itu bila ia tidak mendatangkan kebaikan, tidak masuk kotak amal, dan tetap menjadikan kita susah beribadah, malah meninggikan syahwat, amarah yang menjerumuskan kepada dosa dan menampilkan keburukan.Kesehatan badan dan jiwa adalah rezeki yang lebih tinggi nilainya dari rezeki harta. 

Rezeki berupa anak-anak dan keluarga yang sholih solihah bernilai lebih tinggi lagi dari kedua rezeki di atas, rezeki anak yang sholih akan menjadi  sumber akebahagiaan orangtuanya. Sedangkan Ridho Allah adalah rezeki yang tertinggi yang akan didapatkan oleh para penuntut ilmu.  Bila Allah Ridho rezeki berlimpah atau sedikit tetapkan barokah, membawa manfaat yang besar  serta membawa kebahagiaan dan ketenangan.

Bershalawat (mengucapkan doa) kepada Nabi Muhammad SAW dianjurkan kepada umat Islam. Tak hanya umat beliau, bahkan Allah dan malaikat juga bershalawat kepada Rosululloh Muhammad SAW. Allah SWT berfirman dalam Alquran surat Al Ahzab ayat 56 yaitu: 

“Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Wahai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam dengan penuh penghormatan kepadanya.”

“Shalawat dari Allah adalah pujian-Nya kepada Nabi di hadapan malaikat. Sedangkan shalawat malaikat dan umat muslim kepada Nabi adalah doa.”  

Sholawat kepada nabi memiliki keutamaan mulai dari memberikan ampunan dari semua kesalahan dan dosa serta kesalahan umat Muhammad, meningkatkan derajat dan kebaikan, menghapuskan keburukan, hingga menambah pahala dan menjadi penghibur kelak di alam kubur.

Membaca shalawat nabi juga dapat membantu kita mendapatkan syafaat dari Rasulullah. yaitu pertolongan Di kehidupan akhirat nanti.  Umat muslim yang bershalawat untuk nabi maka akan termasuk golongan manusia yang paling utama di sisi-Nya. Bukan hanya itu, Allah juga akan mengalirkan keberkahan dan kebaikan bagi siapa saja yang bershalawat pada Rasul utusan Allah. Bahkan keberkahan tersebut akan terus mengalir hingga anak dan cucunya.##

Rabu, 01 Juni 2022

Halal bi Halal Jama'ah Masjid Baitul Muttaqien RW 01

Tak terasa, Ramadhan dan Iedul Fitri telah satu bulan meninggalkan kita. Semoga amal ibadah kita di bulan Ramadhan diterima oleh Allah SWT dan kita semua mendapatkan ampunan dari Allah. Dan semoga sejak bulan Syawal 1443 H ini amal ibadah kita “naik kelas” dari tahun sebelumnya, ada peningkatan kebiasaan beribadah dan beramal sholih dalam keseharian kita.

Keinginan untuk menyempurnakan habluminallah pasca Ramadhan dan Iedul Fitri, dengan menunaikan habluminannas diantara jama'ah, dengan mengadakan acara Halal bi Halal diantara seluruh jama'ah Masjid Baitul Muttaqien RW 01, akhirnya dapat dilaksanakan di penghujung Syawal, Alhamdulillah.

Pengurus DKM Masjid Baitul Muttaqien Periode 2022 - 2026

Acara yang dilangsungkan bertepatan dengan pengukuhan pengurus Masjid Baitul Muttaqien ini, meskipun berlangsung sederhana, cukup memberikan makna yang mendalam bagi warga yang hadir. Bapak Ketua RW 01, yang membuka acara, menyampaikan bahwa kita patut mensyukuri keberadaan Masjid Baitul Muttaqien yang semula hanya bilik tempat ibadah sementara, berkembang menjadi masjid kecil yang semarak dengan jama'ahnya.

Ketua RW. 01 Desa Margatani

Dan kini masjid itu telah menjadi masjid besar yang ada diantara masjid-masjid besar yang ada di sepanjang jalan Waringin Kurung dan sekitarnya, atau di Kecamatan Kramatwatu, Kabupaten Serang. Semua itu adalah berkat dari semangat kebersamaan dan keberhasilan warga RW 01 yang guyub rukun serta mampu bekerjasama dengan baik dengan Panitia Pembangunan Masjid, Pengurus RT, Pengurus RW 01 dan Pengurus DKM.

Ketua RW 01 Desa Margatani, Bapak Wiji Utomo juga menyampaikan bahwa dalam kepengurusan DKM, Masjid Baitul Muttaqien telah ikut berkontribusi aktif dalam kegiatan amar ma'ruf nahi mungkar. Bukan hanya di dalam lingkungan RW 01, tetapi juga di lingkungan masyarakat yang luas, di Kecamatan Kramatwatu dan Kecamatan Waringinkurung.

Masjid Baitul Muttaqien bergabung bersama masjid-masjid sepanjang Jln. Waringinkurung dalam FOKUS DKM (Forum Komunikasi dan Silaturahmi DKM) dan GEBRAK (Gerakan Bersama Anti Kemaksiatan). Komunitas masyarakat ini berkomitmen terhadap masyarakat anti maksiat dan ikut mendorong pemerintah agar bersama masyarakat menjaga bersihnya lingkungan sekitar kita dari praktik asusila dan kemaksiatan.

Sementara itu, ketua DKM Bapak H. Ali Yusuf mengajak para jama'ah untuk saling memperkuat tali persaudaraan dan bersama-sama mengisi dan membangun Masjid Baitul Muttaqien dengan kegiatan yang berkualitas dan bermanfaat bagi jamaah. Bermanfaat sebagai tempat ibadah, menuntut ilmu dan tempat bernaung bagi jamaah yang membutuhkan bantuan.

Ketua DKM Masjid Baitul Muttaqien

Bapak Ketua DKM juga berharap agar pengurus dapat menjaga amanah dan dapat memenuhi kebutuhan jama'ah serta dapat membantu menyelesaikan persoalan yang ada di lingkungan masyarakat RW 01. Sebagaimana Visi DKM BAITUL MUTTAQIEN SEBAGAI ORGANISASI SOSIAL KEAGAMAAN YANG TERSTRUKTUR, TERUKUR DAN TERATUR MENUJU MASJID MAKMUR, JAMA'AH AKUR SEDULUR.“

Ketua DKM mengajak semua pengurus bersama warga untuk dapat menjalankan Misi “MENJADIKAN MASJID SEBAGAI TEMPAT BERIBADAH, MENGGALI ILMU DAN PEMERSATU UMAT“.

Di akhir acara, para pengurus mengucapkan Pakta Integritas dengan kalimat BISMILLHIROHMANIRROHIM, DENGAN RAHMAT ALLAH SWT, PADA HARI INI MINGGU TANGGAL 29 MEI 2022 KAMI SEBAGAI PENGURUS DKM BAITUL MUTTAQIEN PERIODE 2022 -2026 DENGAN INI:

  1. Bersedia berpartisipasi aktif dalam susunan kepengurusan DKM Baitul Muttaqien periode 2022 – 2026
  2. Bersedia menjalankan tugas sesuai Tupoksi dan kewenangannya, saling mendukung membantu dan bekerjasama dengan pengurus lainnya dalam menjalankan roda organisasi kepengurusan DKM Baitul Muttaqien.
  3. Bersedia menjaga nama baik DKM Baitul Muttaqien dan RW 01.
  4. Tidak menyalah gunakan fasilitas dan wewenang atas nama DKM dan RW 01.

Apabila dikemudian hari kami (pengurus) tidak dapat memenuhi kewajiban sebagaimana tersebut diatas maka kami bersedia mundur dari kepengurusan DKM Baitul Muttaqien atau diberhentikan sesuai aturan yang berlaku. Demikian kami ucapkan  dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab serta tidak ada paksaan dari manapun.

Acara Halal bi Halal pun ditutup dengan Sholawat, saling bersalaman serta saling memaafkan dan saling meminta maaf satu sama lain, dilanjutkan dengan ramah tamah dan makan bersama lontong kari ayam yang sudah dipersiapkan oleh ibu-ibu jama'ah masjid Baitul Muttaqien.

DKM Baitul Muttaqien

Senin, 30 Mei 2022

Mengurai Arti Halal Bihalal


Meskipun mengandung unsur bahasa Arab, kata halal bihalal tidak ditemukan dalam kamus Arab modern maupun klasik. “Halal bihalal” hanya merupakan penyebutan khusus terhadap sebuah tradisi yang dikembangkan secara mandiri oleh masyarakat muslim Indonesia, dengan makna “menguraikan kekusutan tali persaudaraan”.

Dari aspek bahasa atau linguistik. Kata halal dari segi bahasa terambil dari kata halla-yahallu-hallan, dengan makna terurai atau terlepas. Atau halala yang mempunyai berbagai bentuk dan makna sesuai rangkaian kalimatnya. Makna-makna tersebut antara lain, menyelesaikan problem atau kesulitan atau meluruskan benang kusut atau mencairkan yang membeku atau melepaskan ikatan yang membelenggu.

Dengan demikian, jika memahami kata halal bihalal dari tinjauan kebahasaan ini, seorang akan memahami tujuan menyambung apa-apa yang tadinya putus menjadi tersambung kembali. Al-Qur’an menuntut agar setiap aktivitas yang dilakukan oleh setiap Muslim merupakan sesuatu yang baik dan menyenangkan bagi semua pihak. Inilah yang menjadi sebab mengapa Al-Qur’an tidak hanya menuntut seseorang untuk memaafkan orang lain, tetapi juga lebih dari itu yakni berbuat baik terhadap orang yang pernah melakukan kesalahan kepadanya.

Hal ini dimungkinkan jika para pelaku menginginkan halal bihalal sebagai instrumen silaturahim untuk saling maaf-memaafkan sehingga seseorang menemukan hakikat Idul Fitri.

Halal bi halal” sering dikaitkan dengan kalimat “MInal Aidin wal Faidzin, atau dalam kalimat lengkapnya "Ja ‘alanallahu wa Iyyakum Minal Aidzin wal Faidzin”. Artinya, “Semoga Allah SWT menjadikan kami dan Anda sebagai orang-orang yang kembali dan beruntung”.

Doa ini diucapkan untuk mendoakan sesama Muslim agar kembali fitrah dan mendapat kemenangan setelah sebulan penuh berpuasa di bulan Ramadhan.

Minal Aidin merupakan sebuah doa umat Islam agar bisa kembali suci seperti anak yang baru lahir, kita kembali kepada kesucian orisinalitas diri manusia seperti saat pertama diciptakan oleh Allah.

“Iedul berarti suatu perayaan yang diulang-ulang, sedangkan fitri bermakna suci. Maka Iedul Fitri merupakan perayaan kembalinya manusia terhadap kesucian yang itu hanya bisa diraih dengan memperoleh ampunan dari Allah swt, dan mendapatkan maaf dari sesama manusia,”

Ada tiga dosa tertua dalam sejarah manusia, yaitu sombong, serakah, dan iri hati.

SIFAT SOMBONG

“Sifat sombong bisa muncul karena merasa lebih baik dari segi keilmuan dan dari segi kataatan, keturunan, kekuasaan atau kekayaan. Sifat sombong pertama kali muncul ketika iblis diperintahkan oleh Allah untuk sujud kepada Nabi Adam, Allah berfirman dalam surat Al Baqarah Ayat 34: “Dan ingatan ketika Kami berfirman pada para malaikat: ‘Sujudlah kamu kepada Adam!’ Maka sujudlah mereka kecuali iblis. Ia enggan, sombong dan takabur dan adalah ia termasuk golongan orang-orang yang kafir.”

Didalam ayat yang lain “Lalu para malaikat itu bersujud semuanya. Kecuali iblis dia menyombongkan diri dan adalah dia termasuk orang-orang yang kafir.” “Iblis berkata: ‘Aku lebih baik daripada nya, karena Engkau ciptakan aku dari api, sedang dia Engkau ciptakan dari tanah’.” ( QS Saad Ayat 73-74, 76).

Sebelum dilaknat, Iblis adalah hamba Allah yang taat selama ratusan tahun. Namun karena saat itu Iblis merasa unggul, merasa lebih senior dalam ketaatan dan lebih baik dari Nabi Adam yang baru kemudian diciptakan oleh Allah.

SERAKAH

Dosa tertua kedua adalah serakah. “Ketika Nabi Adam tinggal di surga bersama Hawa, keduanya dipersilakan oleh Allah untuk menikmati apa saja yang ada di dalamnya kecuali buah khuldi,” QS Albaqarah Ayat 35. “Dan Kami berfirman: ‘Hai Adam, diamilah oleh kamu dan istrimu surga ini dan makanlah makanannya yang banyak lagi baik di mana saja yang kamu sukai dan janganlah kamu dekati pohon ini, yang menyebabkan kamu termasuk orang-orang yang dzalim’.” Namun potensi negative dalam diri mendominasi keinginan yang berlebihan kepada keduanya sehingga larangan itu pun tidak diperhatikan. Sifat serakah manusia membuat ia lupa akan larangan yang diperintahkan Allah. Akhirnya buah khuldi pun dimakan.

HASAD

Dosa tertua ketiga adalah hasad atau iri hati. Ini yang dilakukan putra Nabi Adam, Qabil dan Habil. Ketika Allah memerintahkan keduanya untuk berkurban, Habil mempersembahkan kurban yang baik. Sedangkan Qabil sebaliknya. Sehingga Allah menerima kurban Habil. Qabil merasa iri hati dengan hal itu. Akhirnya Qabil membunuh Habil. “Jadi berawal dari Hasad, rasa iri hati, manusia tega membunuh saudara nya sendiri,”

Tiga dosa itu masih saja dilakukan manusia sampai sekarang. Padahal seharusnya manusia bisa mengambil ibroh dan hikmah agar tidak melakukan hal tersebut dalam perjalanan hidupnya di dunia. Ketika bayi lahir ke dunia keluarganya, semua orang yang menyaksikan sangat bergembira, mengucapkan puji syukur kepada Allah. Meskipun saat bayi pertama lahir menggenggam tanggannya, seolah melambangkan ambisi yang besar terhadap penguasaan alam dunia yang baru dimasukinya, tetapi toh sang bayi itu menangis, menangisi perjuangan hidup di dunia yang berat, hingga pada akhir hayat nanti manusia akan wafat dengan melepakan apa yang telah ia kumpulkan di dunia, kecuali iman, takwa dan amal sholehnya.

“Manusia yang cerdas adalah manusia yang tidak mengulangi kesalahan yang sama. Semoga kita semua terhindar dari tiga dosa tertua itu,” tambahnya.

Disampaikan oleh Bapak KH. Hafidz Anshori | Kajian Rutin Sabtu Subuh 28 Mei 2022

DKM Masjid Baitul Muttaqien